Tekad Mengubah Masa Depan Agritech
![]() |
| Ilustrasi teknologi irigasi cerdas untuk pertanian modern. (Ilustrasi dibuat dengan AI Co pilot Tintanesia) |
Tintanesia: Kisah Inspiratif
"Aku tidak bodoh, Pak. Hanya butuh kesempatan," ujar Ardi dengan suara bergetar sambil berdiri di ruang rapat kecil itu. Napasnya memburu, sementara tatapan Pak Bima terlihat dingin.
"Tidak usah membela diri. Ide ini terlalu naif. Kamu belum paham dunia nyata," jawab atasan itu sambil menutup folder proposal. Bahunya terangkat seolah menegaskan bahwa keputusan sudah final.
Ucapan itu menusuk dalam. Ardi memalingkan wajah, mencoba menahan gejolak yang memadati dadanya. Ketika melangkah keluar dari ruangan, lorong kantor terasa lebih sempit. Langkah-langkah pegawai lain terdengar seperti gema penghakiman. Sejak hari itu, keraguan mulai mengusik pikirannya, meskipun benih tekad tetap bertahan.
Tekad Mengubah Masa Depan Agritech
Penulis: Fau
Malam berikutnya, Ardi berkata lantang di kamar kosnya. "Aku harus mencoba," ujarnya sambil menatap perangkat rakitan di atas meja kecil. Kalimat itu keluar dengan suara berat namun jernih. Angin tipis dari jendela membawa aroma tanah, mengingatkannya pada masa kecil di desa yang penuh sawah basah.
Dalam seminggu, Ardi mengajukan pengunduran diri. Beberapa rekan menawarkan simpati, tetapi ada pula yang memberi komentar halus namun menusuk. "Kenapa tidak cari kerja aman dulu," tanya salah seorang sambil menepuk pundaknya. Ardi tersenyum kaku dan berkata, "Aku ingin membangun sesuatu yang berarti," kemudian berjalan pergi dengan langkah tenang walau pikirannya kalut.
Di garasi kontrakan kecil, perjalanan dimulai. Laptop tua, papan tulis penuh coretan, serta tumpukan kabel menjadi saksi pertama dari upaya membangun mimpi. Ardi mengembangkan konsep aplikasi pengelolaan lahan berbasis data sederhana, berharap teknologi dapat menjadi jembatan antara petani dan informasi yang sulit dijangkau.
Tantangan Datang
Hari demi hari, kesulitan semakin terasa. "Kami belum bisa mendukung," ucap perwakilan investor dalam sebuah pertemuan daring. Suara itu terdengar sopan namun tegas. Setelah panggilan terputus, Ardi menunduk dan memijat pelipis. Raut wajahnya merapuh. Namun ketika membuka catatan rancangannya, bara kecil semangat kembali hidup.
Lingkungan sekitar pun turut memberi tekanan. "Cari pekerjaan kantoran saja," ujar tetangga yang kebetulan melihat Ardi pulang larut malam. Ucapan itu disampaikan dengan niat baik, namun tetap menorehkan rasa ragu. Ardi menjawab, "Terima kasih, nanti kupikirkan," sambil tersenyum tipis dan melangkah masuk ke rumah.
Suatu sore, ketika Ardi sedang merapikan perangkat, terdengar suara lembut dari pintu. "Kamu Ardi, ya," tanya seorang perempuan berusia lanjut dengan kerudung sederhana. Ardi mengangguk. "Saya Rina. Dulu ahli agronomi. Saya dengar kamu mencoba bikin teknologi untuk petani," ujar perempuan itu sambil tersenyum hangat.
Pertemuan singkat itu menjadi titik balik. Ibu Rina mempelajari prototipe awal Ardi dan berkata, "Arahmu benar, tapi terlalu rumit. Coba sederhana dulu." Nada suaranya tenang namun penuh keyakinan. Hari itu pula, perempuan tersebut menawarkan bimbingan serta dana kecil untuk pengembangan awal. Ardi terharu hingga berkata, "Terima kasih, Bu. Ini berarti sekali," sambil menunduk hormat.
Arah Baru
Dengan arahan Ibu Rina, Ardi menyempurnakan ide menjadi aplikasi manajemen irigasi cerdas. Perangkat tersebut menghubungkan sensor sederhana dengan ponsel, menampilkan kebutuhan air secara real time. Ketika diuji di komunitas petani kecil, responsnya mengejutkan.
"Airnya bisa lebih irit," ujar seorang petani sambil memeriksa layar ponsel. Ardi menjelaskan perlahan bahwa sistem akan membantu mengurangi biaya dan menjaga lahan tetap subur. Wajah petani itu berbinar, dan suasana desa yang sunyi mendadak terasa lebih penuh harapan.
Kabar mengenai inovasi tersebut menyebar. Beberapa komunitas mulai mencoba teknologi itu. Di tengah semangat baru, Ardi mendaftar ke Kompetisi Start up AgriTech Nasional. "Kalau gagal, tidak apa," ucapnya pada diri sendiri. Meski begitu, ketegangan tetap menghantui pikirannya.
Ketika melihat daftar juri yang diumumkan panitia, jantung Ardi berdetak keras. "Pak Bima," gumamnya pelan. Nama itu membuat ruang kerjanya terasa lebih sesak. Namun setelah menarik napas panjang, Ardi berkata, "Aku harus hadapi ini," sambil menutup laptop.
Momen Penentuan
Hari presentasi tiba. Aula besar dipenuhi peserta dengan karya inovatif. Ardi berdiri di depan panel juri, memegang pointer kecil sambil menenangkan diri. "Selamat pagi. Saya Ardi," ucapnya dengan suara stabil. Slide pertama menampilkan data dampak aplikasi di beberapa desa.
Presentasi berjalan lancar hingga muncul suara yang sangat dikenalnya. "Apa kamu yakin solusi ini tahan skala besar," tanya Pak Bima dengan nada sinis. Ardi menatap lurus tanpa gentar.
"Data uji awal menunjukkan kapasitas sistem mampu berkembang bertahap," ujarnya dengan tenang. Ardi menambahkan, "Kami juga menyiapkan rencana integrasi untuk lahan lebih luas." Penjelasan itu disampaikan sambil memperlihatkan grafik yang telah ia olah dengan cermat. Gesturnya santai namun meyakinkan.
Suasana hening beberapa saat. Para juri lain tampak mencatat. Presentasi ditutup dengan tepuk tangan pelan yang kemudian membesar. Ardi mundur dengan napas teratur, meskipun jantungnya masih berdebar.
Ketika nama pemenang disebutkan, udara seakan berhenti. "Pemenangnya adalah Ardi," ucap pembawa acara. Sorak bergema di ruangan. Ardi memejamkan mata sejenak dan berbisik, "Terima kasih," sambil menoleh ke penonton yang berdiri memberi tepuk tangan. Ia menyadari bahwa perjalanan penuh keraguan akhirnya memperoleh pembuktian.
Langkah Baru
Setelah kompetisi, usaha Ardi berkembang pesat. Banyak petani mulai memanfaatkan aplikasi irigasi buatannya. Kantor kecilnya bertambah ramai, bukan oleh gengsi, tetapi oleh semangat bekerja bersama. Suatu pagi, Ardi berkata pada Ibu Rina, "Saya ingin Ibu memimpin tim riset." Perempuan itu tertawa pelan lalu menjawab, "Kamu membuat saya bangga," sambil menepuk bahunya.
Ardi juga membuka peluang bagi lulusan non unggulan yang sering dipandang sebelah mata. "Kesempatan tidak diberikan. Kesempatan dibangun," ujarnya pada tim baru yang hadir dalam sesi perkenalan. Kalimat itu mencerminkan perjalanan panjang yang telah dilaluinya.
Ketika malam turun, Ardi berdiri di halaman kantor sambil menatap langit. "Perjalanan ini belum selesai," gumamnya. Cahaya lampu jalan menyorot wajahnya yang kini lebih tegas. Meski kenangan tentang penolakan pernah menyakitkan, pengalaman itu justru membentuk keteguhan yang membawanya melangkah sejauh ini.
Kisah Ardi tetap mengalir sebagai pengingat bahwa keyakinan dan kerja jujur mampu menembus keraguan yang paling keras. Dan di balik setiap pintu yang tertutup, selalu ada ruang kecil yang bisa dijadikan awal bagi langkah baru.*
