10 Alasan Masyarakat Jawa dan Madura Yakin pada Tempat Berpenghuni

Ilustrasi kepercayaan masyarakat Jawa dan Madura tentang penunggu tempat yang menjaga keseimbangan alam dan spiritualitas kehidupan.
Ilustrasi gambar kepercayaan masyarakat Jawa dan Madura bahwa setiap tempat memiliki penunggu yang menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. (Ilustrasi gambar dibuat dengan AI Co-pilot/Tintanesia)

Tintanesia - Kali ini pembahasan mengarah pada hal yang lebih komplek namun sukar untuk dijelaskan dengan bahasa artikel. Apa itu, yakni 10 alasan masyarakat Madura dan Jawa meyakini bahwa setiap tempat ada penunggunya. Kendati pun demikian, Tintanesia akan mencoba mengurai secara ringkas namun detail. Jadi, simaklah dengan baik.

Di suatu tempat seperti pepohonan, tepi sungai, atau bahkan di sudut rumah selalu ada sesuatu yang menjaga dan mengawasi. Makhluk itu semacam sesuatu yang hidup dan tak kasat mata. Inilah yang dimaksud dengan penunggu.

Sebelumya perlu kamu ketahui, bahwa kepercayaan tentang setiap tempat memiliki penunggu bukanlah mitos kosong. Tetapi termasuk warisan panjang dari pandangan hidup yang memuliakan alam. Bahkan bisa dikatakan semacam mengakui keberadaan energi di setiap penjuru semesta.

Adapun keyakinan semacam ini, bukan tentang rasa takut. Namun tentang kesadaran, yakni, manusia hanyalah salah satu penghuni di antara makhluk-makhluk ciptaan Tuhan.

10 Alasan Orang Jawa dan Madura yakin pada Penghuni

Di tengah modernitas yang semakin mengikis spiritualitas, keyakinan ini tetap hidup. Kepercayaan ini seakan menuntun manusia agar lebih sopan pada alam, lebih berhati-hati dalam bersikap, dan lebih rendah hati di hadapan kekuatan yang tak selalu tampak mata.

Berikut 10 alasan Orang Jawa dan Madura terhadap keyakinan ini menurut informasi yang berhasil Tintanesia himpun:

1. Warisan Leluhur yang Tak Pernah Padam

Bagi masyarakat Jawa dan Madura, keyakinan tentang penunggu tempat sudah ada jauh sebelum agama-agama besar datang. Diketahui leluhur mereka hidup berdampingan dengan alam, memahami tanda-tandanya, dan menghormati segala wujud kehidupan yang tak kasatmata. Sehingga mereka percaya bahwa setiap batu, pohon besar, atau mata air adalah tempat bersemayamnya kekuatan spiritual.

Warisan semacam ini tidak boleh dikatakansekadar cerita turun-temurun. Hal itu dikarenakan bentuk kebijaksanaan lokal yang mengajarkan manusia untuk tidak bersikap semena-mena terhadap lingkungan. Kemudian lagi, sebab di balik yang tampak, selalu ada yang menjaga keseimbangan dunia.

2. Alam Dipandang Sebagai Makhluk yang Hidup

Bagi orang Jawa dan Madura, alam bukan benda mati. Hutan, laut, dan gunung dianggap memiliki jiwa serta energi yang harus dihormati. Dari pandangan inilah lahir keyakinan bahwa di setiap tempat ada “penunggunya”, yaitu sosok yang menjadi perantara antara manusia dan alam.

Pasalnya pandangan ini menumbuhkan sikap welas asih dan kehati-hatian. Contohnya, saat dari mereka hendak menebang pohon atau membuka lahan, biasanya memberi doa ke (Sé araksa Bhumi/yang menunggu tempat). Peristiwa semacam itu bukan karena takut, melainkan karena menghormati kehidupan lain yang juga berhak tinggal di bumi.

3. Bukti Keterhubungan Antara Dunia Nyata dan Gaib

Kepercayaan tentang penunggu tempat termasuk simbol keterhubungan dua dunia, yaitu, dunia nyata dan dunia gaib. Orang Jawa dan Madura meyakini bahwa batas antara keduanya sangat tipis, sehingga tindakan manusia dapat mempengaruhi keseimbangan keduanya.

Makanya ada semacam ritual-ritual adat seperti selamatan desa atau rokat tanah yang bukan hanya sekadar tradisi, tetapi cara bersyukur kepada Tuhan dan menjaga harmoni antara dimensi yang berbeda makhluk tuhan yang menjadi penunggu. Dengan menghormati penunggu tempat, manusia menjaga jalinan energi agar tetap seimbang dan tenteram.

4. Pengalaman Spiritual yang Nyata

Banyak masyarakat di pedesaan Jawa dan Madura memiliki pengalaman yang menguatkan keyakinan ini. Cerita tentang aroma kemenyan tanpa sumber, langkah kaki di malam hari, atau penampakan cahaya di pepohonan sering dianggap sebagai pertanda kehadiran makhluk halus penjaga tempat.

Bagi mereka, pengalaman semacam itu bukanlah kebetulan. Itu adalah pengingat bahwa manusia tidak sendirian di alam semesta ini. Pengalaman spiritual seperti ini menumbuhkan rasa hormat dan introspeksi dalam diri.

5. Bentuk Etika terhadap Alam dan Tempat

Keyakinan bahwa setiap tempat ada penunggunya juga berfungsi sebagai etika lingkungan. Masyarakat diajarkan untuk tidak bersikap kasar terhadap alam. Seperti tidak membuang sampah sembarangan, tidak berkata kotor di tempat sunyi, atau tidak menebang pohon tanpa izin.

Etika semacam ini menjelma menjadi kearifan ekologis yang membuat manusia hidup lebih selaras dengan bumi. Dengan menghormati penunggu tempat, sejatinya mereka juga sedang menjaga harmoni ekologis yang diwariskan dari generasi ke generasi.

6. Simbol Keseimbangan Antara Dunia Lahir dan Batin

Dalam falsafah Jawa dan Madura, kehidupan tidak hanya tentang jasad dan benda, tetapi juga tentang rasa dan roh. Penunggu tempat dianggap sebagai representasi unsur batin dari alam semesta, sementara manusia membawa unsur lahir.

Keseimbangan antara keduanya menjadi kunci harmoni. Jika manusia melupakan sisi batin dari dunia ini, maka alam akan kehilangan keseimbangannya. Dari sinilah muncul tradisi menjaga tata krama di mana pun berpijak, agar keseimbangan itu tetap lestari.

7. Pengingat Akan Keterbatasan Manusia

Keyakinan ini juga menjadi cermin bagi manusia agar tidak sombong. Bahwa meskipun berilmu, berkuasa, dan berteknologi, namun manusia tetaplah makhluk kecil di hadapan jagat raya yang luas dan penuh misteri.

Kesadaran bahwa ada penunggu di setiap tempat menumbuhkan rasa rendah hati. Manusia belajar untuk menundukkan ego dan menyadari bahwa kehidupan tidak hanya berputar di sekitar dirinya sendiri.

8. Penjaga Energi Positif dan Negatif

Dalam pandangan spiritual Jawa dan Madura, setiap tempat memiliki aura atau energi. Ada tempat yang terasa “adem”, ada pula yang terasa “angker”. Hal ini diyakini karena adanya perbedaan energi yang dijaga oleh makhluk halus.

Penunggu tempat diyakini berperan sebagai penjaga agar energi negatif tidak mendominasi. Karena itu, masyarakat sering melakukan doa, tahlil, atau tabur bunga di tempat-tempat tertentu untuk menetralkan energi dan menjaga keharmonisan antara dunia kasatmata dan tak kasatmata.

9. Cara Menyatu dengan Alam Melalui Doa dan Adab

Sebelum melangkah ke tempat baru, masyarakat Jawa dan Madura biasa mengucapkan salam atau doa kecil. Misalnya, saat memasuki hutan, mereka akan berkata pelan, “Nuwun sewu, mbah, kulo nyuwun pangapunten bade liwat” atau "amit sébu, abdina nyu'un édhi kaanggui lébãt." Kalimat sederhana itu adalah simbol kerendahan hati dan pengakuan atas keberadaan makhluk lain.

Tindakan itu memperlihatkan spiritualitas yang mendalam, yakni, manusia tak datang untuk menaklukkan, melainkan untuk bersanding dengan kehidupan lain di alam semesta.

10. Wujud Keimanan terhadap Keesaan Tuhan

Pada akhirnya, kepercayaan tentang penunggu tempat tidak bertentangan dengan keyakinan kepada Tuhan. Kalau menurut hemat pikir Tintanesia justru memperkuat kesadaran bahwa seluruh makhluk, baik yang tampak maupun tak terlihat adalah ciptaan-Nya. Semua tunduk pada kehendak yang sama, dan semua menjalankan peran dalam menjaga keseimbangan bumi.

Bagi masyarakat Jawa dan Madura, menghormati penunggu tempat berarti menghormati ciptaan Tuhan. Dia bukan penyembahan terhadap makhluk, tetapi bentuk kesadaran spiritual yang mengajarkan manusia untuk hidup selaras, beradab, dan penuh hormat terhadap semesta.

Menyapa yang Tak Terlihat

Kepercayaan ini mungkin tampak mistis di mata modernitas, namun di baliknya tersimpan kearifan mendalam. Dia mengajarkan manusia untuk selalu sadar bahwa dunia ini luas, penuh kehidupan, dan tidak seluruhnya bisa diukur oleh logika.

Mungkin benar, di setiap tempat ada penunggunya. Namun yang lebih penting dari itu adalah bagaimana manusia belajar untuk menghuni bumi dengan sikap penuh hormat kepada alam, kepada sesama, dan kepada Tuhan yang menciptakan keduanya.

Jadi itulah 10 alasan manusia Madura dan Jawa percaya terhadap tempat yang berpenghuni. Semoga bermanfaat. Terimakasih.*

Penulis: Fau

Posting Komentar