Mengantar Roh Kesasar

Ilustrasi truk di jalan hutan gelap dengan sosok perempuan bergaun putih menatap dari pinggir jalan.
Ilustrasi suasana malam saat Jaka bertemu perempuan misterius di hutan Blega. (Ilustrasi dibuat dengan AI Co-Pilot/Tintanesia)

Tintanesia, Kisah Mistis

Suara deru mesin truk tua milik Jaka memecah kesunyian malam di jalur lintas Bangkalan–Pasuruan. Udara lembab sisa hujan sore menempel di kaca depan, menimbulkan kabut tipis yang mengaburkan pandangan. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Biasanya, perjalanan seperti itu, Jaka melaluinya bersama Wawan, sahabat yang setia menjadi kernet. Namun malam itu berbeda, Wawan izin tidak ikut karena harus menghadiri acara keluarga.

Jaka sebenarnya tak nyaman melaju seorang diri. Meski jalan sudah sering dilaluinya, rasa canggung selalu datang ketika tidak ada teman ngobrol di kabin. Radio kabin tua mengeluarkan suara serak, seolah menolak bekerja sama. Jalanan selepas Jembatan Suramadu terasa lebih lengang dari biasanya. Hanya sesekali kendaraan pribadi melintas, lalu menghilang.

Pertemuan di Tengah Jalan

Ketika truk meluncur perlahan di turunan setelah jembatan, lampu depan menyorot sosok perempuan berdiri di pinggir jalan. Wajahnya cantik mempesona, gaun putih yang dikenakannya tampak bersih meski malam itu tanah masih basah. Jaka spontan menginjak rem. Entah dorongan apa yang membuatnya berhenti.

“Mas, boleh nebeng sampai Blega?” suara lembut perempuan itu terdengar samar, namun cukup jelas menembus deru mesin.

Tanpa berpikir panjang, Jaka mengangguk. “Naik saja, Mbak. Kebetulan saya juga lewat sana.”

Perempuan itu tersenyum. Senyum yang entah mengapa membuat bulu kuduk Jaka berdiri. Ia membuka pintu dan mempersilakan perempuan itu naik. Aroma bunga melati samar tercium ketika perempuan itu duduk di kursi sebelahnya.

“Namanya siapa, Mbak?” tanya Jaka mencoba mencairkan suasana.

“Panggil saja Ratna,” jawabnya pelan. Tatapannya lurus ke depan, menembus kaca jendela yang mulai berembun.

Perjalanan pun dilanjutkan. Mesin kembali meraung, menembus jalanan berliku. Namun entah mengapa, Jaka merasakan hawa di dalam kabin mendadak dingin. Tangannya yang menggenggam kemudi bergetar ringan. Sesekali, ia melirik ke arah perempuan itu. Tatapannya hampa, namun wajahnya sangat tenang.

Cerita di Jalan Sepi

Di tengah perjalanan, Ratna mulai berbicara. Suaranya lirih, seperti sedang mengisahkan kenangan pahit. “Mas, tahu nggak? Dulu di jalan sebelum Blega, ada seorang perempuan yang diperkosa oleh beberapa orang. Setelah itu… dia dibuang di hutan pinggir jalan. Katanya, rohnya belum tenang.”

Jaka menelan ludah. Kata-kata itu membuat bulu tengkuknya menegak. Ia mencoba tersenyum hambar, meski jantungnya berdebar lebih cepat. “Serem juga ya ceritanya. Saya sering lewat situ, tapi belum pernah lihat yang aneh-aneh.”

Ratna menoleh sekilas. Tatapannya tajam, seolah menembus isi kepala Jaka. “Belum lihat, bukan berarti tidak ada.”

Kata-kata itu bergema di kepalanya. Jaka berusaha mengalihkan perhatian dengan menambah volume radio. Namun yang terdengar hanya desis statis. Ia menurunkan volume kembali, memilih diam. Suasana kabin mendadak terasa seperti ruang kosong yang penuh rahasia.

Hilang di Tengah Hutan

Setelah hampir satu jam perjalanan, mereka mulai memasuki kawasan hutan sebelum Blega. Jalanan di sana dikenal sepi dan gelap, hanya diterangi lampu truk. Daun-daun bergoyang tertiup angin, menghasilkan suara yang menyerupai bisikan samar.

Jaka melirik jam di dashboard. Pukul 03.15. Saat matanya kembali ke arah penumpang, kursi di sebelahnya kosong. Ia spontan mengerem berhenti mendadak,

“Ratna?” panggilnya panik. Tidak ada jawaban.

Jaka menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada siapa-siapa. Hanya suara jangkrik bersahutan. Napasnya mulai tersengal. Tangannya gemetar ketika memutar kunci kontak. Mesin sempat mati sejenak sebelum akhirnya menyala kembali. Ia menancapkan gas, melaju pelan dengan jantung berdentum keras.

Sepanjang jalan, Jaka berdoa dalam hati. Ia merasa seperti sedang dikejar sesuatu yang tidak kasat mata. Setiap kelokan terasa panjang, setiap bayangan pohon tampak seperti sosok yang menatapnya dari kegelapan.

Kabar di Pagi Hari

Menjelang pagi, Jaka tiba di rumah kontrakannya di Sampang dengan wajah pucat. Ia bahkan lupa memarkir truk dengan benar. Tubuhnya gemetar saat menyalakan televisi di ruang tamu, mencoba menenangkan diri. Namun, yang muncul di layar justru membuat napasnya terhenti.

Berita pagi itu menampilkan liputan penemuan mayat seorang perempuan muda di hutan sebelum Blega. Tubuhnya ditemukan oleh warga yang hendak mencari rumput. Reporter menyebut perempuan diduga menjadi korban kekerasan dan dibuang di lokasi tersebut.

Gambar wajah korban ditampilkan. Jaka membeku. Perempuan itu persis seperti Ratna, penumpang misterius yang tadi malam duduk di kursi sebelahnya.

“Tidak mungkin…,” bisiknya pelan. Dadanya terasa sesak. Ia menatap layar televisi tanpa berkedip, mencoba mencari penjelasan logis. Namun yang ada hanya rasa takut yang semakin menghimpit.

Antara Nyata dan Mimpi

Jaka terbangun dengan napas memburu. Peluh membasahi dahinya. Ia menatap sekeliling. Sinar matahari menembus celah gorden kamarnya. Televisi mati, dan suara burung terdengar di luar jendela.

"Ternyata kejadian itu hanya mimpi buruk," gumam jaka dalam hatinya. Namun semua terasa terlalu nyata untuk disebut mimpi, dan terlalu aneh untuk disebut kenyataan. Ia menatap jam di dinding: pukul tujuh pagi. Di meja kecil, ponselnya bergetar menandakan pesan baru masuk.

Sebuah pesan dari pelanggan tetap muncul di layar: "Mas Jaka, tolong antar pasir satu dam ke Mojokerto hari ini. Ambilnya dari gudang biasa. Pembayaran langsung setelah bongkar."

Jaka termenung. Mimpi aneh semalam masih berputar di kepalanya, tapi pekerjaan tidak bisa ditunda. Ia mencuci muka, lalu berangkat menuju truknya. Dalam hati, ia mencoba meyakinkan diri bahwa semua itu hanya bunga tidur.

Pertanda di Hutan Blega

Siang menjelang, ketika Jaka sudah hampir mencapai perbatasan Bangkalan-Sampang menuju Blega. Udara mulai lembab, dan kabut turun lebih cepat dari biasanya. Tepat di tikungan panjang sebelum hutan, sesuatu membuatnya spontan menginjak rem.

Di pinggir jalan, berdiri seorang perempuan bergaun putih. Rambutnya terurai panjang, wajahnya menunduk.

Lampu truk menyorotnya jelas. Jaka terdiam, tangan di setir membeku. Nafasnya tertahan. "Wajah itu....tidak mungkin salah." gumamnya, "itu wajah yang sama dengan perempuan dalam mimpi."

Perempuan itu perlahan mendongak. Senyum tipis muncul di bibirnya, lalu tangannya melambai pelan.

“Ratna…” gumam Jaka hampir tanpa suara.

Tanpa sadar, air matanya menetes. Ia tidak tahu apakah sedang melihat makhluk hidup atau sekadar bayangan masa lalu. Namun kali ini, ia tidak berhenti. Ia hanya menunduk dan menancap gas, melewati sosok itu dengan gemetar.

Dari kaca spion, perempuan itu masih berdiri di tempat yang sama, menatap ke arah truk yang menjauh.

Rahasia yang Terungkap

Beberapa hari kemudian, Jaka menceritakan kejadian itu kepada salah satu sopir senior di pangkalan pasir. Namanya Pak Marno, pria tua berwajah keras yang dikenal sering melewati jalur yang sama.

Pak Marno mendengarkan dengan serius. “Kamu ketemu Ratna, berarti?”

Jaka terperanjat. “Bapak tahu?”

“Dulu, sekitar sepuluh tahun lalu, ada perempuan bernama Ratna yang memang jadi korban di hutan itu. Sampai sekarang katanya rohnya suka menampakkan diri ke sopir yang melintas sendirian malam-malam. Katanya, roh itu mencari orang baik yang mau mendoakannya.”

Jaka terdiam. Dalam hati, ada rasa takut sekaligus iba. Sejak malam itu, ia berjanji setiap kali melintas di hutan sebelum Blega, ia akan berhenti sejenak dan membacakan doa.

Mengantar Roh yang Tersesat

Beberapa bulan kemudian, setiap kali mengantar pasir melewati hutan dekat Blega, Jaka selalu berhenti di titik yang sama. Di sana, ia menyalakan lampu hazard, turun sebentar, lalu menunduk membaca surah pendek.

Anehnya, setiap kali selesai berdoa, perjalanan selalu terasa lebih ringan. Truknya melaju tanpa gangguan, tidak pernah mogok atau mengalami masalah seperti sebelumnya. Kadang, saat angin berhembus lembut, tercium samar aroma melati. Aroma  sama saat Ratna menumpang di truknya, di dalam mimpi. Dalam hatinya, Jaka percaya bahwa roh perempuan itu akhirnya menemukan jalan pulang.*

Penulis: Fau

Disclaimer: Kisah di atas hanya imajinasi penulis. Sehingga, apbila ada nama dan tempat yang sama, Tintanesia memohon untuk dimaklumi.

Posting Komentar