Menyingkap Tirai Mistis Gunung Kelud, Tempat Bersemayamnya Kisah Lembu Suro

Ilustrasi mistis Gunung Kelud di Kediri dengan siluet Lembu Suro dan Dewi Kilisuci dalam legenda Jawa Timur.
Ilustrasi Gunung Kelud dan legenda Lembu Suro yang hidup dalam budaya masyarakat Kediri. (Ilustrasi gambar dibuat dengan AI Co-pilot/Tintanesia)

Tintanesia -  Kabut pagi menari di lereng Gunung Kelud, menyelimuti puncaknya dengan misteri yang seolah tak pernah terungkap tuntas. Di balik keindahan alam dan gemuruh kawahnya yang anggun, ternyata gunung ini menyimpan kisah lama dan mistis.

Yakni sebuah legenda yang berdenyut dalam setiap letupan lava dan desir angin malam. Masyarakat sekitar percaya, di sanalah roh Lembu Suro bersemayam, menunggu waktu untuk mengingatkan manusia pada janji dan kesetiaan.

Gunung Kelud bukan sekadar bentang alam, tetapi panggung abadi tempat mitos dan kenyataan berkelindan. Setiap kali gunung ini bergejolak, orang-orang tua di Kediri berbisik lirih, menyebut nama Lembu Suro dengan nada hormat bercampur gentar.

Di tanah yang subur ini, cerita menjadi bagian dari napas kehidupan, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Gunung, Kerajaan, dan Cinta yang Tak Selesai

Gunung Kelud berdiri gagah di perbatasan Kediri, Blitar, dan Malang, dengan ketinggian 1.731 meter di atas permukaan laut. Keindahan kawah hijaunya memikat. Namun kamu harus tahu, bagi masyarakat Jawa Timur gunung ini bukan hanya lanskap alam, melainkan simbol kisah asmara tragis antara Dewi Kilisuci dan Lembu Suro.

Legenda ini berakar dari masa Kerajaan Jenggolo Manik, ketika Dewi Kilisuci, sang putri mahkota yang jelita, mengadakan sayembara untuk memilih pasangan hidup. Dua raja sakti, Jatha Suro dan Lembu Suro, ikut serta. Namun nasib berkata lain, yaitu pertemuan antara manusia dan siluman berkepala sapi itu menjadi awal dari takdir yang getir.

Masyarakat sekitar, menganggap kisah ini tidak hanya sekadar dongeng. Cerita ini dipercaya menjadi penjelasan spiritual atas letusan Kelud yang kerap mengguncang Kediri. Setiap semburan abu dan aliran lava dianggap sebagai wujud amarah Lembu Suro yang masih belum tenang, menagih janji yang dikhianati oleh cinta dan tipu daya.

Legenda di Puncak Kelud, Sumpah dari Dalam Sumur

Ceritanya, Dewi Kilisuci menolak lamaran Lembu Suro karena wujudnya yang tidak manusiawi. Namun, agar tidak menyinggung sang raja sakti, ia memberi tantangan yang mustahil rampung. Yaitu membuat sebuah sumur di puncak Gunung Kelud hanya dalam semalam. Tantangan itu seolah permainan nasib, karena siapa sangka Lembu Suro benar-benar hampir menyelesaikannya.

Ketika fajar belum tiba, Dewi Kilisuci memerintahkan pasukannya mempercepat kokok ayam. Suara itu memecah malam, menandakan waktu telah habis. Lembu Suro marah, merasa dikhianati, namun tetap mematuhi permintaan untuk membuktikan sumur yang ia buat. Saat masuk ke dalamnya, tubuh sakti itu dikubur hidup-hidup oleh para prajurit.

Sebelum benar-benar lenyap, Lembu Suro mengucapkan sumpah yang menggema hingga kini, yaitu:

Kediri dadi kali, Tulungagung dadi kedung, Blitar dadi latar.

Sumpah itu dipercaya menjadi peringatan tentang murka alam yang akan datang setiap kali manusia melupakan janji dan kesetiaan.

Simbolisme dan Arti Mistis di Balik Legenda

Kisah Lembu Suro bukan hanya tentang cinta dan pengkhianatan, tetapi juga cermin dari keseimbangan antara manusia dan alam. Adapun gunung Kelud dalam pandangan mistis masyarakat Jawa, termasuk lambang kesabaran bumi yang terus menahan amarah di perutnya. 

Pasalnya letusan yang terjadi dari waktu ke waktu, dianggap sebagai tanda bahwa alam sedang berbicara, mengingatkan manusia untuk kembali pada harmoni.

Lembu Suro sendiri melambangkan kekuatan yang tulus namun tak dimengerti. Sosoknya yang siluman berkepala sapi sering dimaknai sebagai simbol keteguhan dan kejujuran yang tersia-siakan.

Sementara Dewi Kilisuci, mewakili kebijaksanaan yang kadang berselimut ketakutan. Dari keduanya, lahir pelajaran abadi tentang pentingnya kejujuran, cinta yang tulus, dan tanggung jawab terhadap ucapan.

Masyarakat Kediri hingga kini masih menggelar ritual kecil setiap menjelang malam 1 Suro. Mereka berdoa di sekitar lereng gunung, membawa sesaji dan doa-doa keselamatan. Tradisi itu bukan pemujaan, melainkan penghormatan terhadap leluhur dan alam semesta. Ini sebuah bentuk kearifan lokal yang menjaga keseimbangan spiritual dan ekologis.

Gunung Kelud Sebagai Destinasi Wisata Mistis

Bagi wisatawan, Gunung Kelud bukan hanya tempat pendakian, tetapi juga gerbang menuju kisah-kisah kuno yang menggetarkan jiwa. Dari jalan berliku di lereng hingga kawah berwarna zamrud, setiap sudutnya menyimpan cerita yang seolah berbisik kepada siapa pun yang mau mendengar.

Di puncak, udara tipis membawa aroma belerang dan sunyi yang menenangkan. Saat senja turun, langit di atas Kelud sering berubah menjadi kanvas jingga yang memesona, seolah Lembu Suro tengah menatap dari dunia lain, menjaga gunung yang menjadi peristirahatannya. Banyak peziarah datang bukan hanya untuk menikmati pemandangan, tetapi juga untuk merasakan energi mistis yang diyakini masih hidup di sana.

Gunung Kelud menawarkan pengalaman spiritual yang halus dan mendalam. Mendakinya berarti menyusuri jalan antara dunia nyata dan dunia gaib, tempat mitos dan realitas berbaur menjadi satu harmoni yang menakjubkan. Setiap langkah terasa seperti menyentuh lembaran sejarah yang ditulis oleh waktu dan keyakinan.

Antara Cinta, Janji, dan Gunung yang Abadi

Legenda Lembu Suro dan Dewi Kilisuci bukan sekadar cerita lama, tetapi cermin dari kebijaksanaan leluhur Jawa yang melihat alam sebagai sahabat sekaligus guru. Dari Gunung Kelud, semuanya diajak belajar bahwa setiap janji yang diingkari dapat mengguncang dunia, seperti letusan yang mengingatkan manusia akan batas kekuasaannya.

Kini, Gunung Kelud berdiri tenang, menjadi saksi diam dari cinta yang berakhir dengan sumpah abadi. Namun di balik ketenangannya, tersimpan pesan agar manusia tetap jujur, menghargai alam, dan setia pada nurani. Di sinilah daya mistis Gunung Kelud hidup, bukan pada amarahnya, tetapi pada kebijaksanaan yang diwariskannya kepada mereka yang mau mendengar bisik sunyi dari puncak gunung.*

Penulis: Fau

Posting Komentar