Kenapa Weton Menjadi Keputusan Penting Orang Madura dan Jawa?
![]() |
| Ilustrasi perhitungan weton sebagai bagian dari tradisi Jawa dan Madura. (Ilustrasi dibuat dengan AI Co-pilot/Tintanesia) |
Tintanesia - Ada saat di mana hidup terasa bukan sekadar pilihan logis, melainkan perjalanan yang melibatkan hati dan keyakinan. Di Madura dan Jawa, keputusan besar sering tak hanya ditimbang oleh akal, tetapi juga oleh perhitungan spiritual yang diwariskan sejak lama: weton. Banyak orang tumbuh dengan pemahaman bahwa tanggal lahir menurut penanggalan Jawa bukan sekadar catatan, tetapi petunjuk arah untuk masa depan.
Sebagian menganggap hal ini tradisi tak terlihat, tetapi bagi masyarakat tertentu, weton adalah bahasa semesta. Ketika seseorang hendak menikah, membuka usaha, atau pindah rumah, perhitungan weton diyakini mampu membuka tabir halus tentang kecocokan dan arah rezeki. Tradisi ini bukan tentang takut akan nasib buruk, melainkan mencari harmoni agar langkah hidup terasa lebih mantap.
Ada keheningan yang muncul ketika seseorang bertanya kepada orang tua atau sesepuh, “Bagaimana wetonku?” Di balik kalimat itu ada harapan: semoga hari-hari ke depan membawa kebaikan, ketenangan, dan jalan yang diridai oleh alam serta leluhur.
Weton Sebagai Identitas Spiritual
Bagi masyarakat Madura dan Jawa, weton bukan sekadar angka, tetapi bagian dari identitas spiritual. Weton dipercaya menggambarkan karakter, kecenderungan sifat, dan potensi seseorang dalam menghadapi kehidupan. Tradisi ini membuat banyak orang merasa terhubung dengan leluhur dan alam semesta, seolah hidup yang dijalani adalah kelanjutan dari sesuatu yang lebih besar.
Di banyak keluarga tradisional, mengetahui weton adalah hal yang setara dengan mengetahui nama atau nasab. Anak yang lahir pada hari tertentu sering mendapat perlakuan khusus, bukan dimanja, tetapi diarahkan agar sifat alaminya selaras dengan tujuan hidup. Di sinilah weton menjadi semacam peta batin yang memandu langkah seseorang sejak kecil hingga dewasa.
Meski zaman modern menawarkan banyak alat psikologi modern, weton tetap memiliki tempat tersendiri. Ia dianggap lebih personal, lebih dekat dengan akar budaya, dan tidak hanya menjelaskan sifat, tetapi juga ritme nasib, keberuntungan, dan rentang hidup yang penuh simbol.
Peran Weton dalam Menentukan Jodoh dan Pernikahan
Dalam urusan jodoh, weton menjadi salah satu pertimbangan paling sensitif. Masyarakat Madura dan Jawa percaya bahwa pernikahan bukan hanya penyatuan dua insan, tetapi dua garis kehidupan, dua keluarga, bahkan dua takdir. Perhitungan weton digunakan untuk melihat apakah energi kedua pasangan selaras atau bertentangan.
Jika hasilnya baik, keluarga akan merasa lega dan yakin bahwa perjalanan rumah tangga akan lebih mudah dihadapi. Namun ketika hasilnya kurang harmonis, bukan berarti hubungan harus dihentikan. Banyak keluarga masih membuka ruang musyawarah, melakukan ritual penyeimbang, atau meminta petunjuk sesepuh agar jalan tetap terbuka.
Keyakinan ini menjadi saksi bahwa pernikahan bukan hanya cinta, tetapi juga kehadiran doa. Di situlah weton menjadi jembatan antara logika dan kepercayaan, antara dunia nyata dan yang tak terlihat.
Keputusan Besar Hidup dan Perhitungan Weton
Selain pernikahan, keputusan besar seperti mendirikan rumah, memulai usaha, atau pindah tempat tinggal sering dikaitkan dengan weton. Masyarakat percaya bahwa setiap langkah besar memiliki energi yang berbeda. Jika waktu pelaksanaannya tidak selaras dengan weton seseorang, perjalanan hidup dapat terasa lebih berat atau penuh rintangan.
Bagi sebagian orang modern, ini mungkin terdengar ritualistik. Namun bagi masyarakat yang meyakininya, perhitungan weton justru memberi ketenangan batin. Mereka merasa tidak berjalan sendirian, tetapi bersama restu leluhur dan harmoni alam.
Tidak sedikit orang yang menganggap hasil perhitungan ini sebagai berkah. Ketika usaha berjalan lancar atau rumah tangga terasa damai, weton menjadi pengingat bahwa segala sesuatu yang dimulai dengan perhitungan matang akan lebih kokoh.
Antara Kepercayaan, Warisan, dan Identitas Budaya
Di tengah arus modernisasi, weton tetap bertahan sebagai bagian dari tradisi yang dihormati. Bukan karena masyarakat tak mau berubah, tetapi karena tradisi ini membawa rasa keterhubungan dengan akar budaya. Weton mengajarkan bahwa manusia bukan hanya makhluk rasional, tetapi juga makhluk spiritual yang berjalan dalam irama takdir.
Sebagian orang memilih menjalani hidup tanpa perhitungan weton, dan itu bukan hal yang salah. Namun bagi yang masih menjaga tradisi ini, weton bukan sekadar aturan, tetapi legasi yang menenangkan jiwa. Ada kedamaian yang lahir ketika seseorang merasa langkah hidupnya telah diperhitungkan dengan penuh kehati-hatian.
Pada akhirnya, weton bukan tentang benar atau salah. Ia adalah bahasa kepercayaan, bentuk penghormatan pada leluhur, dan cara masyarakat menjaga keseimbangan hidup dalam dunia yang terus bergerak cepat.
Weton tetap hidup karena membawa pesan sederhana: bahwa setiap manusia memiliki waktu, ritme, dan getarannya sendiri. Dan bagi orang Madura dan Jawa, memahami weton berarti memahami diri sendiri, perjalanan hidup, dan takdir yang sedang ditapaki dengan penuh kesadaran.*
Penulis: Fau
