7 Mitos Rumah di Madura yang Masih Dipercaya Hingga Sekarang

Rumah tradisional Madura dengan atap khas dan lingkungan kering berangin, tampak dalam suasana senja yang tenang dan sedikit mistis.
Ilustrasi rumah tradisional Madura dengan nuansa mistis. (Ilustrasi dibuat dengan AI Co-pilot/Tintanesia)

Tintanesia - Rumah tradisional di Madura bukan hanya bangunan fisik yang melindungi keluarga dari panas, hujan, dan angin laut. Di balik kayu, batu kapur, dan susunan atapnya, terdapat keyakinan yang diwariskan dari masa ke masa. Rumah tidak sekadar tempat bernaung, tetapi juga ruang spiritual yang diyakini terhubung dengan energi leluhur.

Di banyak desa di Madura, para orang tua masih membisikkan nasihat tentang arah rumah, letak pintu, dan benda-benda yang harus ditempatkan di sudut tertentu. Semua itu bukan semata-mata aturan tanpa makna, melainkan cara menjaga harmoni antara penghuni dengan alam sekitarnya. Bagi masyarakat Madura, rumah yang dibangun tanpa memperhatikan petunjuk bisa membawa ketidakseimbangan.

7 Mitos Rumah di Madura

Mitos-mitos tentang rumah tidak dimaksudkan untuk menakuti, melainkan menjaga keselarasan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu membuat setiap rumah memiliki karakter tersendiri, seolah menjadi perpanjangan tubuh pemiliknya.

Di tengah arus modern, beberapa keyakinan semacam itu masih melekat, hidup dalam ucapan sehari-hari dan sikap yang penuh kehati-hatian. Berikut ini 7 mitos yang masih dipercaya oleh masyarakat Madura Hingga sekarang.

1. Arah Rumah Harus Menghadap Utara atau Selatan

Masyarakat Madura percaya, bahwa rumah yang menghadap ke timur atau barat dianggap kurang baik secara energi. Keyakinan ini lahir dari prinsip keseimbangan antara angin, matahari, dan arah gerak kehidupan. Rumah yang menghadap utara atau selatan dianggap selaras dengan ritme alam.

Di beberapa desa, para tetua masih memberi saran sebelum pondasi rumah ditanam. Mereka percaya pemilik rumah akan lebih tenang, rezeki lebih stabil, dan hubungan antar penghuni menjadi lebih harmonis. Karena itu, arah bangunan bukan sekadar pilihan arsitektural, melainkan keputusan yang dipenuhi pertimbangan batin.

2. Pantangan Meletakkan Pintu Depan Sejajar dengan Pintu Belakang

Salah satu mitos yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat Madura adalah larangan membuat pintu depan sejajar dengan pintu belakang. Menurut kepercayaan tersebut, aliran energi dan keberuntungan akan keluar secepat masuk. Rumah yang memiliki desain seperti ini dianggap sulit menyimpan berkah.

Banyak orang percaya bahwa pintu yang berhadapan menciptakan suasana yang tidak stabil secara spiritual. Sebagai gantinya, pintu biasanya dibuat bergeser atau diberi pembatas kayu agar energi mengalir perlahan. Aturan ini menjadi simbol bahwa segala sesuatu dalam hidup tidak boleh terburu-buru, termasuk rezeki.

3. Batu atau Benda Tertentu Ditimbun di Bawah Pondasi

Beberapa masyarakat masih menanam benda tertentu seperti batu karang, uang logam, atau kayu pilihan di bawah pondasi rumah. Simbol-simbol tersebut dipercaya sebagai pelindung dari gangguan yang tidak terlihat. Keyakinan ini tumbuh dari pemahaman bahwa rumah harus memiliki “penjaga” yang tersembunyi.

Tindakan tersebut bukan ritual besar, tetapi langkah kecil yang dilakukan dengan mata hati yang percaya. Banyak sesepuh mengatakan bahwa benda-benda itu menyimpan doa agar rumah tetap kokoh. Melalui tradisi ini, rumah dipandang sebagai jasad yang memiliki roh penjaga.

4. Larangan Membangun Rumah dalam Waktu Tertentu

Dalam budaya Madura, tidak semua hari dianggap baik untuk mendirikan rumah. Terdapat hitungan khusus yang disebut tengka untuk menentukan kapan pondasi dapat dimulai. Hari yang dianggap buruk diyakini membawa ketidakstabilan bagi penghuninya.

Para tetua memiliki cara tersendiri untuk menghitung waktu yang selaras dengan keberuntungan. Hitungan itu menjadi pedoman sebelum pekerja mulai menancapkan kayu atau batu pertama. Waktu dipandang bukan hanya angka kalender, tetapi juga ritme spiritual.

5. Pohon Tertentu Tidak Boleh Ditanam di Depan Rumah

Beberapa jenis pohon seperti kelapa atau beringin dipercaya membawa energi berat jika diletakkan tepat di depan rumah. Masyarakat menganggap pohon semacam itu menyimpan aura yang terlalu kuat bagi ruang keluarga. Sebagai gantinya, tanaman seperti pisang atau kelor dianggap lebih bersahabat.

Pohon yang tumbuh salah tempat dipercaya mempengaruhi ketenangan penghuni rumah. Karena itu, penataan pekarangan dilakukan dengan penuh pertimbangan. Bagi masyarakat Madura, halaman bukan sekadar lanskap, tetapi perpanjangan napas rumah.

6. Rumah Tidak Boleh Dibangun Lebih Tinggi dari Rumah Orang Tua

Ada keyakinan bahwa rumah anak tidak boleh lebih tinggi dari rumah orang tuanya jika masih berada dalam satu kawasan. Hal ini bukan soal bentuk bangunan, melainkan tentang penghormatan terhadap garis keluarga. Rumah yang lebih tinggi dianggap sebagai simbol kesombongan yang tidak sejalan dengan adat.

Prinsip ini menjadi pengingat bahwa keluarga harus tetap menjaga tata nilai meskipun kehidupan berubah. Banyak keluarga memilih membangun rumah sederajat atau bahkan lebih rendah. Melalui hal sederhana itu, rasa hormat tetap hidup dalam bentuk yang nyata.

7. Kehadiran Ayam Cemani Dianggap Simbol Penjaga Rumah

Ayam cemani sering dianggap sebagai penjaga rumah dalam kepercayaan masyarakat Madura. Warna hitamnya dipercaya memiliki kemampuan mengusir energi yang tidak diinginkan. Bagi sebagian orang, kehadiran ayam ini merupakan simbol pengikat kekuatan pelindung.

Tidak semua rumah memeliharanya, namun mereka yang merawat hewan ini biasanya melakukan perawatan dengan keyakinan yang dalam. Ayam tersebut dianggap bukan sekadar hewan, tetapi bagian dari sistem keseimbangan rumah. Dalam kepercayaan ini, rumah memiliki cara untuk menjaga dirinya sendiri.

Rumah-rumah di Madura menyimpan kepercayaan yang tumbuh bersama waktu. Mitos bukan berarti harus dipercayai sepenuhnya, namun menjadi bagian dari identitas budaya yang menghargai alam dan leluhur. Melalui keyakinan ini, rumah bukan hanya bangunan, tetapi ruang hidup yang memiliki kesadaran halus tentang keberadaan penghuninya.*

Penulis: Fau

Posting Komentar