Petani Madura Nyaris Tidur di Atas Jam 12 Malam, Ada Apa?
![]() |
(Pexels/Pixabay) |
Tintanesia - Kehidupan masyarakat pedesaan Madura menyimpan banyak keunikan yang jarang diungkap oleh media lain. Salah satunya adalah kebiasaan para petani yang sering terjaga hingga larut malam. Aktivitas sederhana ini bukan sekadar begadang, tetapi bentuk kebersamaan yang tumbuh dari akar budaya dan kehidupan sosial masyarakatnya.
Rutinitas Subuh yang Penuh Makna
Setiap hari dimulai dengan bunyi adzan subuh yang menggema di seluruh penjuru desa. Para petani bangun, berwudhu, lalu melaksanakan salat sebelum menyeruput kopi hangat buatan keluarga. Menariknya, di wilayah pedalaman Madura, hampir tidak ada warung kopi, sehingga momen menikmati kopi selalu dilakukan di rumah sendiri.
Kopi pagi menjadi awal percakapan ringan dengan keluarga sebelum memulai pekerjaan. Sambil duduk di teras rumah, mereka berbincang mengenai cuaca, rencana tanam, atau hasil panen sebelumnya. Suasana tenang dan udara segar menjadikan pagi di pedesaan terasa menenangkan dan sarat makna.
Pagi Hari di Madura, Petani Nyaris Tak Ada yang Nganggur
Setelah mentari naik sekitar pukul tujuh, para petani mulai berangkat menjalani rutinitas. Ada yang menyiangi padi di sawah, sebagian menjadi buruh bangunan, dan lainnya mencari pakan ternak seperti sapi atau kambing. Semua dilakukan dengan semangat tinggi dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga.
Seolah kerja keras menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Walaupun sederhana, setiap tindakan mengandung nilai kejujuran dan ketekunan. Bagi mereka bekerja bukan hanya mencari nafkah, tetapi juga bentuk ibadah yang bernilai spiritual.
Menjelang pukul 11.30 siang, para petani biasanya pulang untuk beristirahat. Saat itu mereka makan siang bersama keluarga sambil melepas lelah. Setelah itu, waktu digunakan untuk salat dan tidur sejenak guna tubuh kembali segar.
Jadwal Petani Madura Saat Siang Hari
Sekitar pukul satu siang, aktivitas kembali dimulai. Cuaca yang mulai panas tidak menghalangi semangat mereka untuk bekerja. Ada yang melanjutkan pekerjaan di ladang, ada pula yang membantu tetangga memperbaiki pagar, atau menyirami tanaman di halaman.
Semangat gotong royong begitu terasa di lingkungan mereka. Setiap orang saling membantu tanpa mengharap imbalan. Rasa kebersamaan ini menjadi warisan sosial yang masih bertahan hingga kini, meskipun zaman sudah semakin modern.
Menjelang sore, pekerjaan mulai berkurang. Saat jam menunjukkan pukul empat, banyak petani pulang ke rumah atau singgah ke rumah tetangga. Waktu senggang itu digunakan untuk berbincang santai, membahas hasil panen, atau sekadar berbagi kabar tentang keluarga.
Sore Menjelang Magrib Petani Madura Ngapain?
Dari pukul 16.30 hingga 18.00 sore, suasana desa terasa hidup dengan canda dan tawa antarwarga. Anak-anak bermain di halaman dan jalan kecil menuju sawah, sementara orang dewasa duduk di beranda sambil menyeruput teh manis. Suasana hangat ini menjadi pelengkap kebahagiaan sederhana yang tumbuh dari kebersamaan.
Ketika adzan magrib berkumandang, aktivitas perlahan berhenti. Para petani bergegas menunaikan ibadah dan melanjutkan dengan dzikir serta doa. Setelah itu, mereka meluangkan waktu untuk merenungi kejadian seharian penuh, memikirkan hal-hal baik yang telah terjadi, serta mengambil pelajaran dari pengalaman.
Tradisi olah rasa seperti ini sudah menjadi kebiasaan turun-temurun. Petani Madura percaya bahwa ketenangan hati akan melahirkan kehidupan yang tenteram. Dengan begitu, setiap malam menjadi waktu yang tepat untuk menenangkan pikiran sekaligus memperkuat spiritualitas.
Petani Ngobrol di Surau Hingga Tengah Malam
Sekitar pukul 19.30 malam, para petani kembali berkumpul di surau milik tetangga. Tempat ini bukan warung, namun berfungsi seperti ruang komunitas tempat semua orang merasa nyaman. Di sinilah mereka menyalakan lampu minyak, menyiapkan kopi, dan mulai berbincang mengenai berbagai hal.
Obrolan mereka mengalir begitu saja, membahas hasil sawah, harga pupuk, hingga persoalan kehidupan. Setiap pembicaraan menjadi wadah untuk saling belajar dan memberi nasihat. Tak ada topik yang terlalu berat, namun dari percakapan sederhana itu, muncul kebijaksanaan yang tumbuh secara alami.
Suasana di surau terasa hangat dan penuh keakraban. Sesekali terdengar tawa lepas, diselingi canda ringan antarpetani. Momen ini menjadi cara mereka menjaga hubungan sosial agar tetap harmonis tanpa memandang usia maupun status.
Menjelang Tengah Malam, Saatnya Pulang dan Beristirahat
Tanpa disadari, waktu cepat berlalu. Ketika jam menunjukkan pukul dua belas malam, para petani mulai berkemas untuk pulang. Masing-masing kembali ke rumah dengan hati tenang dan pikiran damai setelah menghabiskan waktu bersama teman dan tetangga.
Begadang bagi mereka bukan bentuk kebiasaan buruk, melainkan sarana mempererat hubungan sosial. Tradisi seperti ini memperkuat nilai-nilai kekeluargaan yang menjadi dasar kehidupan di pedesaan Madura. Meski sederhana, kebersamaan semacam itu sulit ditemukan di tempat lain.
Keesokan harinya, rutinitas kembali berulang dengan pola yang sama. Dari bangun subuh hingga tidur tengah malam, kehidupan petani Madura berjalan dalam siklus yang penuh makna. Mereka tetap menjaga keseimbangan antara kerja keras, spiritualitas, dan kebersamaan sosial.
Nilai Filosofis di Balik Kehidupan Petani Madura
Di balik kesederhanaan hidup petani Madura, tersimpan filosofi yang dalam. Mereka mengajarkan pentingnya menghargai waktu, menjaga hubungan baik, dan selalu bersyukur atas apa yang dimiliki. Setiap malam yang mereka lalui bukan sekadar waktu kosong, tetapi kesempatan untuk memperkaya batin.
Kebiasaan berkumpul di surau juga mencerminkan karakter masyarakat Madura yang terbuka terhadap diskusi dan tukar pikiran. Mereka tidak hanya membahas urusan duniawi, tetapi juga menyelipkan nilai-nilai moral dan spiritual. Dari sinilah muncul kesadaran sosial yang mengakar kuat di setiap lapisan masyarakat.
Tradisi ini menjadi bukti bahwa kehidupan pedesaan masih menyimpan harmoni yang jarang ditemui di perkotaan. Keakraban, gotong royong, dan ketulusan menjadi bagian dari identitas yang tak lekang oleh waktu. Petani Madura mengajarkan, bahwa kebahagiaan sejati bisa tumbuh dari kesederhanaan dan hati yang tulus.*
Penulis: Sdw